GuruNgaji Tanpa Tanda Jasa - Mak Uwo, begitulah laki-laki tua itu dipanggil. Beliau lebih sering dipanggil dengan sebutan Mak Uwo dibanding dengan nama asli beliau, yaitu Sukardi. Saat ini Mak Uwo telah memasuki usia senja, yakni 63 tahun. Beliau merupakan seorang guru mengaji di nagari Sumua Limbiang, Selayo, Kabupaten Solok, Sumatra Barat.
Search Film Percintaan Yang Mengharukan. John Adams merupakan presiden kedua dari Amerika, dan Abigail adalah istrinya Tapi terlepas dari kisahnya yang sangat melodrama seperti itu, Be With You pun tetap menyuguhkan sisi manisnya lewat kisah percintaan yang dihadirkan oleh So Ji-Sub dan Son Ye-Jin yang ditulis oleh Andar Sihombing Film ini termasuk dalam film
Juaraharapan lomba himne guru, ciptaan sartono. dari 341 naskah lagu yang memulai syarat hanya 2 lagu berhasil menang sebagai juara harapan i dan ii. Guru, tanpa tanda jasa - Musik - majalah.tempo.co
PUISIGURU PAHLAWAN TANPA TANDA JASA. Pahlawan Pendidikan Jika dunia kami yang dulu kosong tak pernah kau isi Tentang mana warna yang indah Tentang garis yang harus dilukis Juga tentang kata yang harus dibaca Terimakasih guruku dari hatiku Untuk semua pejuang pendidikan Dengan pendidikanlah kita bisa memperbaiki bangsa Cerpen: Berjalan
Cerpententang hari pahlawan. Pahlawan adalah orang yang berjasa terhadap nusa dan bangsa. Puisi pahlawan perjuangan yang populer dan terbaik untuk mengisi hari pahlawan 10 november pengertian cerpen. Cerpen Tentang Guru Tanpa Tanda Jasa Seputaran Guru. Sebarkan ini: Facebook; Twit; WhatsApp; Posting terkait: Latihan Soal Ips Kelas 8 K13
Zs26N7x. “Puisi untukmu guru “ Embun Pagi nan sejuk mengalir diantara dedaunan dikala pagi menjelang. Sang surya mulai menampakan senyum nya. Rangkaian perbukitan yang menjulang tinggi, flora dan fauna yang masih sangat terjaga kemurniannya, sungguh anugrah yang indah dan mahakarya terhebat dari-NYA sang pencipta alam, Irian jaya, Indonesia ku. Dialah wati seorang wanita separuh baya yang terkenal dengan logat melayu nya. Ya, ia berasal dari Riau tepatnya di daerah inhil. Namun kini telah bekerja selama 1 tahun di negri cendrawasih itu tepatnya di daerah perbatasan terluar marauke. Sungguh pengorbanan yang mungkin tak terfikirkan oleh sebagian orang untuk mengabdikan dirinya di daerah yang sangat sulit dijangkau untuk ukuran jarak Sumatera-irian jaya, dari ujung ke ujung. Namun hal itu tak menghentikan niat wati untuk dapat mengajar di daerah tersebut. Terinspirasi dari kondisi social masyarakat yang sedikit tidak mengiris hati untuk menyaksikan kemiskinan, pendidikan yang bisa dikatakan sangat menyedihkan, tak terlepas dari social control yang tak lagi terkontrol, perang antar suku yang mecuat terjadi dimana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat bagaikan tiada lagi arti persaudaraan. Bagaimana dengan anak-anak disana yang menerima nasib hidup di daerah demikian? bagaimana pendidikan nya yang berujung pada masa depan yang tak jelas kemana arahnya?. Mereka juga anak Indonesia sama seperti mereka-mereka yang ada di Riau, Jakarta, Yogya, Bali dan wilayah Indonesia lain nya. Mereka juga punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan layak seperti anak-anak Indonesia di belahan pulau lain nya. Sungguh ironis jika negeri yang kaya raya ini tidak mampu memeratakan pendidikan yang layak sebagaimana mestinya. Batin nya tersentak dengan kondisi demikan . Beberapa serentetan pertanyaan itulah yang menggerakkan dan menggugah hati wati untuk tidak mengatakan “saya tidak peduli”. Dan kini ia telah mendapatkan satu tempat disana sebagai tenaga pengajar di daerah tersebut. Mengajar, mendidik dan terus berdikari buat mereka generasi-generasi kecil penerus bangsa kelak. Ya, wati disana wati bekerja sebgai seorang guru Sekolah Dasar terpadu di salah satu desa di kabupaten tersebut yang muridnya bisa dibilang dengan hitungan jari saja. Tiadalah mengapa bagi seorang wati, baginya, bukankan untuk melakukan suatu perubahan mesti dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Tak peduli dengan gencar-gencar nya perselisihan, gencatan perkelahian antar suku yang sengit nya acap kali mengurangi niat seseorang untuk berkunjung di daerah itu, tapi Wati, tetap kuat dengan pendirian nya yang kokoh untuk tetap menjunjung tinggi amanah sebagai tenaga pengajar dan pendidik. Saban hari tanpa mengenal lelah ia beranjak melewati bukit, sungai dan terjalnya jalan yang menghiasi kawasan tersebut. Sejak matahari terbit hingga terbenam kembali. Tiada kata keluh apa lagi putus asa meskipun hidup disana merupakan sebuah tantangan lahir maupun batin nya. Mengajar dengan bayaran yang bisa dikatakan rendah tak mengurung niatnya atas kepedulian terhadap kondisi pendidikan disana. Tidaklah mengapa bagi seorang wati mendapatkan bayaran kecil, karena itu tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Baginya melihat anak-anak memperoleh pendidikan yang layak jauh lebih membahagiakan ketimbang memperoleh bayaran yang besar tanpa bisa melihat dan mendengar suara hati, harapan anak-anak bangsa disana. Di ruang kelas yang berukuran lima kali lima meter, tempat dimana wati menyalurkan ilmunya, mengajar dan mendiidk murid-murid nya dengan kondisi demikian sederhana. Anak-anak tanpa alas kaki, baju yang bisa dikatakan tak lagi layak pakai, buku-buku seadanya tampak begitu nyata yang menimbulkan kesan iba bagi yang melihat nya. Namun wati tak melihat surut nya perjuangan anak-anak tersebut untuk memperoleh pendidikan. Dengan kata-kata sederhana namun penuh kasih sayang wati mengajar dan mendidik murid-muridnya. “Ayo, anak-anak...siapa yang tau hari ini hari apa ? Suasana tersentak hening berfikir. Lalu salah satu murid menjawab dengan penuh semangat. “saya bu, hari ini hari guru.. “ “Ya, benar sekali amin. Jadi hari ini adalah hari guru. Nah, ibu mau nanya lagi. Siapa diantara kalian yang mau jadi guru ? “. Wati kembali bertanya.. Seketika itu beberapa murid mengacungkan tangannya, mengisyaratkan bahwa mereka berkeinginan menjadi seorang guru dan beberapa murid lain juga mengutarakan cita-cita nya yang beaneka ragam. “Ya, anak-anak ibu semua adalah anak yang hebat. Punya cita-cita. Kalian harus kejar cita-cita kalian..untuk menggapai apa yang kalian inginkan”. wati menundukan lalu sedikit berpaling dengan mata yang berkaca-kaca. Wati merasa begitu bahagia melihat antusias para murid-muridnya yang begitu bersemangat. Wati terharu atas keinginan besar mereka. Mereka punya cita-cita, mereka punya masa depan sama seperti anak-anak lainya, tinggal bagaimana cara kita seorang guru untuk membantu membimbing mereka menuju puncak harapan tersebut. Salah satu murid berdiri dengan tiba-tiba.. “ Puisi untuk mu guruku “ Bagai embun yang sejuk kau basahi diriku dengan tulusnya didikan mu Bagai pelita kau terangi aku dalam gelapnya pengetahuanku Hingga ku lihat jendela terang yang bersinar memantulkan cahaya abadinya ilmu mu, Aku bersyukur karena Ia telah ciptakan engkau bagi kami murid-murid mu Tanpa lelah kau bimbing, ajar dan didik kami hingga kami mengenal huruf, angka bahkan dunia, engkau adalah cahaya kami.. Tetaplah menjadi pembimbing kami, Dalam kesuraman, kehampaan, kehausan akan ilmu pengetahuan dan pendidikan Hingga akhirnya kami mencapai puncak yang begitu tinggi, cita-citaku Terima kasih guru, engkau adalah pahlawan kami, pahlawan tanpa tanda jasa. “Selamat hari guru…” sontak seluruh murid berdiri dan berteriak dengan ceria. Wati tersentak melihat murid tersebut yang secara tiba-tiba membacakan puisi buatnya. Sekali lagi mata wati berkaca-kaca mendengar puisi dari salah satu murid di kelas tersebut. Itu adalah puisi terindah yang pernah ia dengar. Ia begitu terharu, bahwa sebegitu indahkah posisinya sebagai seorang guru dimata murid-murid nya. Ya, bahkan lebih indah dan mulia jika semua itu dilakukan oleh seluruh guru dengan penuh amanah dan keikhlasan. Teruntuk semua guru yang telah mengajar, mendidik dan membimbing ku dengan penuh pengorbanan dan keikhlasan J .
Perhatikan kutipan teks cerita pendek berikut! “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Ungkapan itu memang sering diujarkan, apalagi saat peringatan Hari Guru. Bahkan, kalimat tersebut masuk ke dalam satu lirik lagu nasional. Nyatanya, seorang guru memang memberi andil besar dalam dunia pendidikan. Guru merupakan landasan awal seseorang menerima ilmu yang belum ia tahu. Itu juga yang menjadi alasanku untuk menjadi seorang guru. Aku yang sejak kecil bercita-cita menjadi koki, beralih cita-cita menjadi guru saat mengenyam pendidikan sekolah menengah atas. Ternyata, menjadi guru di zaman sekarang tidak semudah itu. “Selamat Pagi, Bu Astrid!” sapa salah muridku. “Iya, Selamat Pagi Andra!” Itu hanya salah satu contoh baiknya saja. Sapaan itu hanya diucapkan dari sebagian kecil muridku. Selebihnya, acuh tak acuh ketika melewatiku, pun dengan guru-guru lain seperti tidak melihat kami. Belum lagi sikap mereka yang tidak memperhatikan guru saat mengajar. Ada yang makan, berbincang tentang lawan jenisnya, sibuk menggambar, dan ada pula yang berkutat dengan imajinasinya. Hal yang tidak mereka tahu, bahwa guru tak pernah memberi ruang untuk otaknya beristirahat. Sepulang mengajar, kami para guru menyiapkan materi untuk keesokan harinya, memasukkan daftar nilai anak-anak, dan mengatur strategi setelah mengajar agar anak-anak dapat menyambut pembelajaran dengan menyenangkan. Suntingan mengenai keterangan waktu yang tepat untuk kutipan teks cerita pendek di atas adalah ...
cerpen tentang guru tanpa tanda jasa